Selasa, 12 April 2011

Hukum Adat Di Irian Jaya

Artikel Ini Adalah Bahan Tambahan Saja, Silahkan Cari Sumber Lainya....

KASUS SENGKETA DI IRIAN JAYA

Dalam penjabaran tentang sengketa di Irian Jaya, dibawah kepemimpinan Tonowi dalam proses penyelesaian sengketa, yang merupakan sebagai suatu tinjauan tentang proses perubahan kepemimpinan Tonowi. Data yang kami rangkum dari Peneliti Universitas Cendrawasih selama Dua Bulan ( September – November 1998 ) terhadap orang Ekagi didaerah lembah “ Kamu” kabupaten Paniai Irian Jaya.

Menurut Miriam Sharma ( 1998: 131 ), bahwa dengan perluasan dan perubahan sistem administarasi akan mengakibatkan dua hal pokok yaitu :

a. Dengan perluasan sistem administrasi dapat memperkuat kontinuitas dari sistem pemerintah tradisional.

b. Perluasn sistem administrasi akan menimbulkan bentuk-bentuk baru dari proses penyelesaian sengketa dan berkakibat luas dalam lapangan politik.

Mengenau bulir B, maka secara teoritis dapat dipandang baik dan masih relevan untuk mengangkat permasalahan yang ada.

Dari data-data etnografik yang bersumber dari Antropolog Belanda serta misionaris mengenai daerah lembah “ Kamu” tentang kepemimpinan Tonowi sangan terbatas, terkecuali deskripsi yang dikerjakan oleh Pospisil ( 1958,1960,1963 ). Karena hal inilah maka sudah saatnya untuk dikaji kembali serta melihat sampai mana implimikasi dari proses perubahan masa kini terhadap kepemimpinan Tonowi. Perihal ini akan dibahas atas dua bagian besar yaitu deskripsi etnografi & sistem kepemimpinan Tonowi dan Perubahan sosial.

1. Deskripsi Etnografi

Berdasarkan data etnografik dan hasil yang diperoleh dari berbagai sumber ternyata orang ekagi tersebar di sekitar daerah-daerah danau yaitu: danau Paniai, Tigi, Tage, dan sebagian mendiami daerah lembah kamu. Daerah lembah kamu merupakan lokasi dimana aktivitas penelitian berlangsung dengan fokus pengamatan pada desa Yotapuga. Secara administratif pemerintahan daerah lembah kamu termasuk wilayah kecamatan kamu dengan luas daerah sekitar 355 km2. kecamatan kamu terdiri dari 11 desa yang tersebar merata mengelilingi seluruh lembah. Dari data kependudukan tercatat penduduk yang mendiami lembah kamu sekitar 21.161 dengan kepadatan 60 orang ( jiwa ) per km2.

Bentuk geomorfologis daerah lembah kamu merupakan dataran alluvial (tanah endapan) yang luas dimana dataran tersebut adalah bekas sungai dan danau yang telah mengering akibat proses pengendapan puluhan tahun. Selain tanah alluvial masih dijumpai daerah-daerah berawa yang terdiri dari tanah gambut. Lembah kamu dikelilingi rangkaian pegunungan kapur sebagai batas alam yang memisahkannya dengan daerah-daerah lain.

Orang ekalagi selalu membangun pemukiman di daerah yang oleh adatnya diakui sebagai pemilik klen atau juga milik keluarga luas (extended familie). Satuan pemukiman yang oleh mereka disebut pertalian kekerabatan yang ditelusuri lewat garis keturunan patrilinial. Kampung-kampung tersebut dengan anggota klen yang besar biasanya membentuk satuan konfederasi yag merupakan gabungan dari beberapa klen. Satuan konfederasi merupakan juga kesatuan politik antar klen dan dikepalai oleh tonowi.

Pola pemukiman orang ekagi umumnya mengelompok dan terkonsentrasi pada pusat sumber air (dekat sungai) dan mencari tanah pertanian yang subur. Untuk membatasi satu kampung dengan kampung lain, mereka membangun pagar (eda) sebagai batas. Mata pencarian pokok orang ekagi adalah bercorak tanam dan juga memelihara babi. Sebagai usaha tambahan dalam memenuhi akan kebutuhan mata pencaharian pokok adalah berburu dan menangkap ikan. Kegiatan tambahan dilaksanakan apabila kebun-kebun sudah ditanami. Untuk menangkap ikan di danau, sungai, mereka selalu menunggu hingga musim kering dimana pada saat tersebut air mulai berkurang dan para wanita mulai menebar jaring. Sedangkan berburu dilakukan kaum pria pada saat aktivitas di ladang sudah berakhir atau juga pada waktu persiapan penyelenggaraan pesta laut.

Tiap keluarga ekagi secara ekonomis bertanggung jawab dalam usaha memenuhi akan bahan makanan untuk seluruh anggota keluarga. Untuk itu setiap anggota keluarga umum nya mengerjakan dua sampai tiga kebun yang ditanami dengan ubi jalar (nota). Sebagian besar dari kebun-kebun tersebut ditanami ubi jalar (90%), hal ini disebabkan karena ubi jalar tersebut sebagai makanan pokok juga disiapkan untuk makanan babi. Pekerjaan mengolah kebun mulai dari membersihkan, membuat petak-petak (bedeng) sampai kepada menanam bibit-bibit ubi jalar adalah tugas dari kaum wanita.

Dalam struktur politik tradisional orang ekagi, klen (tuma) adalah kesatuan politik yang paling rendah dan masing-masing klen secara mandiri bertanggung jawab ke dalam dan ke luar untuk kepentingan semua anggota klen. Di dalam klen-klen terdapat tokoh-tokoh adat dan para tonowi yang oleh anggota klen diberikan wewenang untuk memecahkan persoalan didalam lingkungan kekuasaannya meliputi persoalan politik, ekonomi, dan sosial. Dari tingkat klen (tuma) terdapat pula penggabungan dari beberapa klen yang membentuk kesatuan politik yang lebih luas, yang disebut konfederasi.

Sebuah konfederasi dipimpin oleh seorang tonowi yang terkenal dan diakui oleh anggotanya memiliki kekayaan, sifat kedermawanan, kepandaian berpidato dan diplomasi, kepandaian berperang, mempunyai pengikut yang banyak, serta mempunyai istri yang banyak (pospisil, 1963:48). Selain itu seorang tonowi diberikan kepercayaan untuk memimpin pesta babi (yuwo). Pesta babi adalah pesta prestise karena lewat kegiatan serta keberhasilan didalam penyelenggaraan, maka tonowi tersebut mendapat pengakuan sebagai orang yang berhasil memimpin masyarakat.

2. Tonowi dan Proses Perubahan Sosial

Bagian ini akan menguraikan sampai sejauh mana proses perubahan sosial dan dampaknya terhadap kepemimpinan tonowi. Ada kecendrungan pada masa kini dimana dengan diintrodusirnya program pembangunan serta pengenalan mekanisme pemerintahan yang baru di daerah-daerah pedesaan, terutama didaerah irian jaya seringkali mengakibatkan terjadinya pergeseran dari wilayah kekuasaan pemerintah formal kekuasaan informal. Dalam arti bahwa pergeseran wilayah kekuasaan membawa konsekuensi di mana di satu pihak dalam hal ini pemerintah, akan tercipta keseragaman pola pemerintahan. Tetapi dipihak lain yaitu kepemimpinan informal trjadi pengambil-alihan wilayah kekuasaan ataupun memberi bentu-bentuk baru didalam pola pemerintahan.

Dari hasil pengamatan dilapangan dan juga dari rekaman informasi yang telah diperoleh selama berada di desa yotapuga ternyata, bahwa proses perubahan kepemimpinan tonowi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang datang dari luar dan juga dari dalam masyarakat sendiri. Untuk menjelaskan proses perubahan tersebut secara keturunan kita dapat melihat perubahan dari luar sebagai berikut.

3. Biokrasi Pemerintahan Desa

Suatu kenyataan yang tidak dapat dielakkan lagi bahwa dengan diterapkan sistem pemerintahan desa (UU. No.5/1979) di mana pada daerah tertentu sistem tersebut dan menyatu tetapi sebalinya didaeah lain sistem pemerintahan dapat mengubah ataupun mengambil alih kekuasaan dari para pimpinan informal. Pengambilan kekuasaan dari para pimpinan informal menyebabkan sering kali mereka tidak berdaya menangani masalah yang muncil didalam klen mereka. Gejala tersebut sedang terjadi dikota yotapuga dan beberapa desa lainnya (ugapuga,lkebo, dogimani, mauwa) selama penelitian berlangsung. Kepala desa sebagai wakil pemerintah ditingkat desa diberi tanggung jawab untk menangani persoalan yang muncul didaetah kekuasaannya sehinga setiap warga desa wajib melapor. Kalau kita lihat kedalam tiap klen dan kampung secara adat secara informal terutama tonowi mempunyai kekuasaan untuk memutuskan serta mnyelesaikan sengketa diantara mereka, namun hal ini tidak bisa dilakukan karena adanya pengambilalihan tugas kepada kepala desa. Dari 75 kasus sengketa yang tercatat ditingkat kecamatan, tenyata 70 kasus diselesaikan lewat kepala sebagai pemerintah sedangkan 5 kasus dikembalikan kepada pimpinan adat(tonowi). Seringkali kasus sengketa yang terjadi ditingkat desa apabila tidak dapat diselesaikan oleh kepala desa, maka akan diteruskan ketingkat kecamatan.

Dari penyataan-pernyataan diatas menunjukkan bahwa peranan pimpinan formal (kepala desa) telah mengambilalih prosedur penyelesaian sengketa yang selalu dilakukan oleh tonowi.

4. Uang Sebagai Pengganti Mege

Untuk masyarakat ekagi sejak dahulu hingga awal tahun delapan puluh mege(kulit kerang) memainkan peranan penting dalam aktivitas perdagangan tradisional, pembayaran mas kawin, ataupun denda. Usaha untuk memiliki mege (kulit kerang) tidak semudah yang kita bayangkan, karena untuk memperoleh mege yang banyak danmempunyai kualitas yang baik selalu berada ditangan tonowi. Dengan demikian para tonowi yang memiliki kekayaan tersebut oleh paa pengikutnya dianggap mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan setiap sengketa yang timbul didalam klen.

Setelah uang diterima alat transaksi resmi didalam aktivitas adat orang okagi, maka setiap orang berusaha memperoleh uang dengan kerja keras. Mereka yang tadinya sangatbergantung pada kekayaan serta sifat dermawan dari seorang tonowi lambaaun mulai melepaskan diri dari keterikantandan berusaha mengumpulkan uang untuk kepentingan dirinya. Adanya kesempatan yang luas untuk memanfaatkan uang didalam aktivitas adat,maka dengan sendirinyaakan mengurangi pula sifat kebergantungan antara seorang tonowi dan anak buah(aniyokai).

5. Pengembangan Proyek P-5

Proyek P-5 adalah singkatan dari “ Pendidikan, pertanian, pternakan, perkebunan, dan perkoperasian, Proyek ini adalah suatu yayasan yang bergerak dibidang ekonomi dan pendidikan yang bersifat non-formal. Adapun tujuan proyek P-5 adalah untuk meningkatkan kesejatraan masyarakat golongan ekonomi lemah. Bagi masyarakat ekagi proyek P-5 merupakan lembaga pendidikan dimana setiap pemuda ekagi diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan seta keterampilan praktis dalam bidang pertanian. Sebelum mereka kembali ke desa, maka para siswa tersebut dibekali dengan peralatan peranian dan kontrakan hewan berupa pinjaman. Dalam bidang pertanian misalna pegenalan akan tanaman kopi sebagai komoditi ekspor dengan sedirinya merangsang produk lebih giat bekerja.

Di desa terapuga tanaman kopi hampir tersebar merata bagi setiap penduduk yang ingin menanamnya. Dengan dikembangkannya tanamankopi tentunya memberikan lapangan kerja baru untuk setiap warga desa. Kesempatan kerja yang ada menyebabkan kaum muda yang tadinya terikat dengan kepemimpinan tonowi secara bertahap mulai melepaskan diri untuk berusaha sendiri. Dan hasil kerja ini mereka membiayai setiap persoalan yang muncul tanpa meminta bantuan seorang tonowi.

6. Peranan Gereja

Di desa Yotapuga mayoritas penduduk adalah agama katolik, sedangkan sebagian kecil adalah agam Kristen Protestan ( Kingmi ). Dalam kehidupan kerohanian kedua agama tersebut memainkan peran penting dalam usah membina mentaldan rohani dari penduduk setempat lewat ibadah-ibadah. Dari pengamatan di Desa Ini, ternyata bahwa Gereja menindak keras mereka yang berpoligami, sehingga apabila terjadi pelanggaran mereka dengan sendirinya akan dikucilkan. Tindakan seperti ini merupakan peringatan bagi para pemimpin informal ( Tonowi ) masa kini untuk lebuh berhati-hati.

Selain faktor-faktor luar yang ikut mempengaruhi kepemimpinan Towi, maka ada pula faktor dari dalam masyarakt itu sendiri, antara lain, adanya ‘Enamol/Kotu’ dan ‘Oawa Wudi’.

7. Adanya Enamol dan Oawa Wudi

Dari data yang diperoleh ternyata pada masa kini hampir didalam setiap klen yang besar dijumpai ‘enamol/kotu’ ( perkumpulan ), yang berfungsi untuk menangani setiap masalah yang terjadi di klennya, sehingga dengan sendirinya tugas Tonowi pada masa lampau dan kini sudah dialihkan kepada enamol. Enamol itu sendiri yaitu terdiri dari anggota – anggota yang berasal dari satu klen dan biasanya secara bergotong royong menyelesikan suatu persoalan.

Pada waktu lampau keterikatn seseorang kepada seseorang Tonowi merupakan hubungan sebagai bapak dan anak yang sulit dipisahkan. Namun situasi tersebut pada masa kini sudah berubah karena anak-anak muda tersebut sudah bisa berdiri sendiri tanpa bantuan dari pihak Tonowi. Hal ini menyebabkan lambat laun para Tonowi tidak mempunyai pengikut yang sama seperti masa lampau. Pada umumnya mereka sudah pula membangun rumah di luar dari lingkungan Tonowi yang disebut Oawa Wudi ( Rumah yang terbagi ).

Pada akhirnya Nafi Sanggenafa menyatakan, bahwa apa yang pernah terungkap mengenai kepemimpinan Tonowi di masa lalu dengan kompleksitasnya dalam penyelesaian sengketa, lambat laun mengalami pergeseran kekuasaan dengan adanya sistem pemerintahan desa dan faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar